Teknologi dibidang peternakan merupakan hasil rekayasa ilmu pengetahuan dalam upaya meningkatkan dan mengembangkan hasil produksi peternakan. Peternak akan memilih komoditas dan teknologi yang mudah diperoleh saat dibutuhkan dan murah. Teknologi untuk meningkatkan produksi ternak telah banyak dilakukan baik dalam sistem perkawinan, sistem pemberian pakan maupun manajemen pemeliharaan. Inseminasi Buatan ialah deposisi atau pemasukan semen (mani) kedalam alat kelamin betina dengan menggunakan alat-alat buatan manusia, jadi bukan secara alam. Teknologi Inseminasi Buatan (IB) telah diterapkan di Indonesia sejak 1952. Dalam hal pemilihan bibit dengan cara seleksi dan penyingkiran sapi-sapi yang kurang baik dari kelompok sapi yang dipelihara perlu dilakukan. Laju pertumbuhan sapi macam apapun kerapkali tidak dihiraukan, dan yang terpenting bagi peternak ialah kelompok sapi yang dipelihara itu tetap bisa berkembang biak. Salah satu faktor keberhasilan beternak adalah keterampilan memilih bibit ternak. Pejantan yang digunakan sebagai pemacek seyogyanya adalah milik desa atau milik pemerintah atau dengan Inseminasi Buatan. Keberhasilan usaha ternak sapi, baik sapi potong atau kerja hanya mungkin tercapai apabila faktor-faktor penunjangnya memperoleh perhatian yang penuh. Salah satu faktor utama ialah makanan, disamping faktor genetik dan menejmen. Oleh karena itu, bibit sapi yang baik dari jenis unggul hasil seleksi harus diimbangi dengan pemberian makanan yang baik pula. Terbatasnya pakan ternak sapi, terutama pakan hijauan yang tersedia sepanjang tahun merupakan kendala besar dalam memproduksi daging. PUSTAKA: Sugeng, Y. B. 2000. Sapi Potong. Penebar Swadaya. Jakarta.
Archive for Mei 6, 2012
Inseminasi Buatan sebagai Teknologi Peternakan
MODEL USAHA TERNAK KAMBING PERAH
- USAHA PETERNAKAN RAKYAT
Pengembangan dengan model atau pola peternakan rakyat akan dapat melibatkan banyak petani yang tersebar diberbagai daerah Indonesia, sehingga dampaknya terhadap peningkatan pendapatan dan konsumsi gizi keluarga tani melalui konsumsi susu kambing akan lebih besar dan luas. Kelemahan yang ada pada pola ini adalah manajemen pemeliharaan ternak belum berorientasi bisnis, tetapi masih bersifat sambilan dengan cara pemeliharaan sederhana. Hal ini tidak terlepas dari lemahnya modal yang dimiliki peternak kecil dan ini sering merupakan kendala utama yang harus dihadapi untuk pengembangan agribisnis peternakan kambing ini. Disamping itu petani sangat lemah dalam pemasaran hasil ternaknya sebagai akibat kurangnya akses dalam mendapatkan informasi pasar. Kelemahan petani ini sering dimanfaatkan oleh pihak tertentu untuk memperoleh keuntungan pribadi.
2. USAHA PETERNAKAN SWASTA KOMERSIAL
Berbeda dengan pola petrnakan rakyat, jika model pengembangan kambing perah PE melalui model/pola peternakan swasta komersial ini yang ditempuh, maka usaha peternakan kambing perah PE, ini hanya terbatas pada para pemodal menengah-besar saja. Dengan dukungan modal yang kuat, pihak swasta akan mampu memaksimalkan produksi melalui prmanfaatan teknologi mjtakhir yang tersedia.
3. POLA KEMITRAAN INTI-SATELIT-PLASMA (ISP)
Salah satu model pengembangan agribisnis peternakan kambing perah yang dapat diterapkan adalah model yang didasarkan atas azas kebersamaan dan tekad untuk m aju bersama menuju masa depan yang baik. Model ini merupakan kompromi antara kedua model pengembangan tersebut diatas. Dalam model ini perusahaan swasta bertindak sebagai nti, sedangkan petani/peternak sebagai plasma. Didaerah lain diluar wilayah inti dibentuk satelit (sebagai coordinator) dengan plasmanya yang merupakan hubungan murni bisnis.
(Pedoman Teknis Model Pengembangan Ternak Perah, Dirjen Bina Produksi Peternakan : 2003)






