Archive for April, 2016

Pakan Induk Laktasi

Kebutuhan pakan untuk ternak secara umum digunakan untuk hidup pokok dan produksi/reproduksi. Kebutuhan untuk hidup pokok yaitu kebutuhan zat makanan yang dibutuhkan untuk mempertahankan proses tubuh normal tanpa melakukan pekerjaan produktif. Sedangkan kebutuhan untuk produksi/reproduksi yaitu kebutuhan zat makanan yang dibutuhkan untuk mempertahankan proses tubuh yang normal dengan melakukan pekerjaan produktif.Kebutuhan nutrien untuk induk lebih kompleks dibandingkan dengan kebutuhan nutrien bagi ternak pada fase lain.

Induk yang sedang laktasi harus lebih detail pemberian nutriennya, karena selain untuk kebutuhan normal badannya nutrien pakan dipergunakan juga untuk memproduksi air susu. Kualitas air susu dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas ransum yang diberikan, selain kondisi induk, iklim, dan lain-lain. Produksi air susu menurun akibat rendahnya kualitas kandungan nutrisi pakan yang diberikan pada ternak tersebut.

Pada awal masa laktasi terjadi peningkatan aktivitas metabolisme kelenjar ambingnya. Pemberian nutrien yang cukup tinggi dalam upaya memenuhi kebutuhan ternak untuk sintesis air susu perlu disupport agar peningkatan metabolisme ini berjalan normal. Induk laktasi cukup sensitif terhadap kekurangan protein dan energi sebagai akibat menurunnya nafsu makan dimasa ini.

Pemberian pakan berserat berupa hijauan diperlukan agar rumen berjalan secara normal, hijauan juga sebagai sumber vitamin A,D dan E. Kualitas hijauan di daerah tropis sebagian besar relatif rendah terutama yang dari graminae, sehingga jumlah hijauan yang dikonsumsi tidak mampu memenuhi kebutuhan energi.Ketersediaan karbohidrat mudah terlarut pada hijauan juga rendah. Karena itu, suplementasi konsentrat yang mengandung campuran bahan-bahan sumberenergi, protein serta mineral (mikro dan makro) merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan produk fermentasi rumen. Hal ini akan sangat mempengaruhi penyediaan nutrien  untuk pembentukan air susu.

Pemberian air, vitamin dan mineral tak kalah penting untuk diperhatikan juga. Air hendaknya diberikan secara ad libitum, ada terus menerus dikandang dalam jangkauan induk. Air penting karena proporsi besar dalam sistesa susu adalah air. Demikian juga dengan mineral agar produksisusutetap normal. Defisiensi fosfor, kobalt, cuprum, dan NaCl mengakibatkan penurunan produksi air susu. Semakin rendah  vitamin A dan D dalam ransum menyebabkan penurunan vitamin-vitamin ini dalam air susu, Apabila kekurangan dalam jumlah banyak, akan menyebabkan gangguan fisiologi hewan. Vitamin A mempengaruhi warna kekuning-kuningan pada air susu.

Konsentrat diharapkan dapat bertindaks ebagai sumber karbohidrat mudah terlarut, protein lolos degradasi, dan sebagai sumber glukosa untuk bahan baku produksi susu. Konsentrat memperluas peluang terbentuknya asam lemak atsiri (volatile fatty acid = VFA) terutama asam propionat yang lebih banyak dengan produksi metan semakinkecil, sehingga efisiensi penggunaan energinya lebihtinggi. Pada awal laktasi, perbaikan mutu pakan dengan penambahan konsentrat, diharapkan terpenuhi nutrien yang seimbang, memenuhi kebutuhan fisiologis ternak selama laktasi. Harapan akhirnya adalah produksi susu meningkat baik itu untuk anaknya maupun diperah.

Slideshow ini membutuhkan JavaScript.

 

Leave a comment »

Hay Alternatif Pengawetan, Selain Silase

Pakan sebuah hal yang perlu diperhatikan, diperhitungkan dan dipersiapkan secara matang dalam usaha peternakan. Pada peternakan ruminansia dimana kebutuhan pakan berserat relatif besar dan umumnya dipenuhi dari penyediaan hijauan makanan ternak. Permasalahan pemenuhan pakan ini muncul pada saat musim kemarau, dimana musim ini hijauan tidak tumbuh dengan baik sehingga penyediaannya berkurang. Bertolak belakang pada musim penghujan, saat hijauan makanan ternak melimpah. Kondisi ini menuntut pelaku usaha ternak untuk kreatif dalam penyediaan hijauan saat kekurangan. Solusi yang paling logis adalah menyimpan sekaligus mengawetkan hijauan makanan ternak saat melimpah.

hijauan pakan

Seperti yang sudah diketahui bersama upaya pengawetan hijauan makanan ternak dapat dilakukan dengan dua cara yaitu awetan segar-silase dan awetan kering-hay. Kali ini akan kita bahas hay, yaitu pengawetan yang dilakukan dengan melakukan pengeringan. Hay adalah hijauan makanan ternak yang sengaja dipotong dan dikeringkan baik dengan sinar matahari maupun dengan panas buatan sehingga kadar air hijauan menjadi 10-15%. Pada kadar air ini diharapkan aktivitas organisme yang berada pada pakan tidak beraktivitas sehingga hijauan menjadi awet.

Pembuatan hay paling pas dilakukan diakhir musim penghujan, dimana pada saat itu intensitas matahari sudah cukup tinggi dan hujan masih ada sehingga memungkinkan rumput masih tumbuh. Rumput atau hijauan yang baik diawetkan sebagai hay adalah rumput dengan batang kecil dan rumput yang dipotong menjelang berbunga.

Rumput atau hijauan yang sudah dipotong langsung dijemur, baik diarea pemotongan maupun dipindahkan ke tempat lain yang terkena sinar matahari. Saat menjemur perlu diperhatikan ketebalan hamparan diusahakan tidak terlalu tebal. Saat proses penjemuran dilakukan juga proses membolak-balikkan rumput agar hijauan kering merata. Saat sore hari atau menjelang hujan sebaiknya hamparan rumput tadi dikumpulkan dan dinaungi, pada hari berikutnya proses penjemuran diulang kembali.

Target penjemuran ini adalah kadar air hijauan makanan ternak diangka 10-15%, kondisi ini biasanya dapat dicapai dalam 3-5hari penjemuran. Indikator tercapainya kadar air ini adalah apabila ditimbang secara berulang sudah tidak ada penyusutan berat hijauan dan kondisi gesekan hijauan yang relatif nyaring. , bau harum khas rumputCiri ciri hay yang baik adalah berwarna relatif kehijauan, kering tapi tidak mudag patah, tidak berjamur dan tidak tercampur dengan pollutan. Selanjutnya hay dapat disimpan digudang pakan dan atau bisa dipress menjadi bentuk balokan yang padat. Pemberian hay pada ternak ruminansia dapat diberikan secara langsung sepanjang hari. Pemberian 1kg hay setara dengan pemberian 7 kg rumput segar. Apabila ternak kurang bernafsu makan maka perlu dilatih dengan pemberian sedikit demi sedikit. Kombinasi dengan pakan penguat atau pakan konsentrat perlu menjadi pertimbangan apabila kualitas hay masih kurang.

Leave a comment »

Wow…….Market…

jb1

jb2

jb3

jb4

jb6

jb7

jb8

Leave a comment »

Reproduksi Efisien dengan Pakan Tepat

Pakan dan sistem pemberian pakan tidak diragukan lagi memainkan peranan yang sangat penting pada reproduksi ternak. Penampilan reproduksi ini sangat bervariasi diberbagai tempat disebabkan oleh banyaknya perbedaan genetika jenis ternak, beragamnya sistem pengelolaan, iklim dan sosial ekonomi.

Pengelolaan yaang baik dan efisien dalam pemberian pakan berkualitas tinggi dianjurkan pada saat kebutuhan nutrisi tinggi seperti untuk ternak muda terutama setelah disapih dan untuk induk pada kebuntingan tua serta masa laktasi. Pubertas akan dicapai lebih lama pada ternak yang kurang mendapatkan pakan.

Foto-0551

Pemberian Pakan Pejantan

Perbedaan jenis kelamin ternak sangat berpengaruh juga dalam pemberian pakan untuk pencapaian reproduksi yang efisien. Pada ternak jantan mempunyai prioritas untuk mendapatkan nutrisi yang baik, sementara kebutuhannya memang lebih rendah dibanding kebutuhan induk pada saat bunting dan laktasi. Infertilitas dan kehilangan libido pada pejantan dimungkinkan pada kondisi kekurangan nutrisi yang ekstrim. Kekurangan pakan yang sangat berat akan menurunkan volume testis dan produksi sperma sehingga menurunkan kapasitas reproduksi pejantan. Pemberian paka yang berlebih juga merugikan fertilitas karena dapat menurunkan kesegaran dan ketangkasan secara umum.

Exif_JPEG_420

Kambing Saanen Betina

Pada ternak betina lebih komplek mengingat siklus reproduksi betina yang terbagi dalam beberapa periode. Pengamatan respon reproduksi pada ternak betina dalam bentuk konsepsi dan fekunditas. Fekunditas dapat dinyatakan dalam bentuk tingkatan ovulasi atau banyaknya anak yang dilahirkan per kelahiran. Banyaknya anak yang dilahirkan adalah sebagai akibat dari tingkatan ovulasi pada siklus berahi dimana terjadi perkawinan, dikurangi sel telur, embrio dan janin yang hilang yang digambarkan sebagai jumlah sel telur yang tidak berkembang menjadi anak. Kematian beberapa sel telur pada awal perkawinan masih memungkinkan terjadinya kebuntingan, walaupun jumlah anak perkelahiran akan menjadi lebih sedikit (Wodzicka-Tomaszewska et Al, Reproduksi dan Produksi Ternak Di Indonesia).

 

Leave a comment »