Mengapa Produk Adalah Fondasi Usaha Peternakan
Dalam dunia peternakan, banyak pelaku usaha yang sudah bekerja keras setiap hari—memberi pakan, menjaga kesehatan ternak, dan merawat kandang—namun belum menentukan produk utama yang menjadi hasil akhirnya.
Padahal, tanpa produk yang jelas, usaha peternakan sulit masuk ke pasar dan menghasilkan keuntungan berkelanjutan.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS, 2023), lebih dari 68% usaha peternakan rakyat di Indonesia masih menjual hasil mentah seperti sapi hidup, susu segar, atau telur curah. Akibatnya, margin keuntungan kecil dan posisi tawar peternak di pasar sangat lemah.
Kuncinya: bertransformasi dari “peternak produksi” menjadi “peternak produsen produk.”
Apa Itu Produk dalam Konteks Usaha Peternakan?
Produk tidak hanya berarti barang fisik yang dijual, tetapi juga nilai tambah dari hasil ternak yang dikemas, diolah, atau diposisikan sesuai kebutuhan pasar.
Contoh bentuk produk peternakan yang bernilai jual tinggi:
| Jenis Usaha | Produk Mentah | Produk Bernilai Tambah |
|---|---|---|
| Sapi Potong | Sapi hidup | Daging potong kemasan, abon sapi, bakso beku |
| Ayam Petelur | Telur curah | Telur omega-3, telur organik, telur asin |
| Kambing Perah | Susu segar | Yogurt kambing, sabun susu kambing |
| Itik | Itik hidup | Telur asin premium, dendeng itik |
Memiliki produk bernilai tambah membuat usaha peternakan lebih tahan terhadap fluktuasi harga, lebih diterima pasar modern, dan lebih mudah dikembangkan secara berkelanjutan.
Produk sebagai Kunci Masuk ke Pasar
Pasar tidak membeli “usaha,” pasar membeli produk.
Untuk itu, pelaku peternakan perlu menjawab tiga pertanyaan mendasar:
- Apa produk utama saya?
- Siapa target pembeli saya?
- Bagaimana produk ini sampai ke tangan mereka?
Sebagai contoh, seorang peternak kambing etawa yang awalnya hanya menjual susu segar bisa mengembangkan:
- Susu kambing pasteurisasi untuk konsumen urban,
- Sabun susu kambing alami untuk segmen kecantikan,
- Yogurt kambing rendah laktosa untuk konsumen sehat.
Data Kementerian Pertanian (2022) menunjukkan bahwa peternak yang mengolah hasil ternaknya menjadi produk olahan mampu meningkatkan margin keuntungan hingga 200–300%.
Produk sebagai Konversi Nilai Ekonomi
Produk berfungsi sebagai alat konversi aktivitas peternakan menjadi nilai ekonomi.
Tanpa produk, semua kegiatan hanya berhenti di tahap produksi.
Dengan produk, kegiatan tersebut menjadi bisnis yang memiliki nilai tambah dan berkelanjutan.
Rantai nilai (value chain) agribisnis peternakan mencakup:
Input → Produksi → Produk → Distribusi → Pasar → Keuntungan.
Jika tahap produk tidak ada, maka rantai ekonomi terputus, dan usaha kehilangan arah finansial.
Langkah-Langkah Praktis Membentuk Produk Peternakan
Berikut langkah sederhana agar peternak bisa naik kelas menjadi produsen berbasis produk:
1️⃣ Identifikasi Potensi Utama
Kenali hasil ternak yang paling bernilai: daging, telur, susu, pupuk kandang, atau limbah yang bisa diolah kembali.
2️⃣ Tentukan Bentuk Olahan yang Sesuai Pasar
Gunakan pendekatan permintaan. Contoh: masyarakat urban menyukai produk siap saji dan higienis.
3️⃣ Bangun Identitas Merek
Nama merek, logo, dan kemasan sederhana sudah cukup untuk meningkatkan kepercayaan konsumen.
4️⃣ Uji Pasar Lokal
Mulailah dari koperasi, toko tani, atau platform media sosial untuk melihat respon pasar terhadap produk.
5️⃣ Kembangkan Kemitraan
Berkolaborasilah dengan UMKM, koperasi, atau lembaga pendamping usaha untuk memperluas skala produksi dan distribusi.
Dari Peternak ke Produsen Bernilai Tambah
Setiap pelaku usaha peternakan harus memiliki produk.
Produk adalah:
- Dasar usaha,
- Pintu masuk ke pasar, dan
- Sumber utama keuntungan.
Mulailah dari produk sederhana, kembangkan nilai tambahnya, dan arahkan ke segmen pasar yang tepat.
Dengan cara ini, peternakan rakyat Indonesia bisa naik kelas menjadi agribisnis modern yang berdaya saing dan berkelanjutan.
“Peternak tanpa produk ibarat petani tanpa hasil panen — kerja kerasnya ada, tapi nilainya tak sampai ke tangan.”
Mari kita ubah pola pikir dari “beternak untuk menghasilkan ternak” menjadi “beternak untuk menghasilkan produk.”
Karena di era agribisnis modern, yang bertahan bukan yang paling besar, melainkan yang paling mampu menciptakan nilai.
📚 Referensi:
- Badan Pusat Statistik (BPS). 2023. Statistik Peternakan Indonesia 2023.
- Kementerian Pertanian Republik Indonesia. 2022. Laporan Pengembangan Agribisnis Peternakan dan Nilai Tambah Produk Peternakan.
- Food and Agriculture Organization (FAO). 2021. Livestock Value Chain Development in Southeast Asia.




